Jumat, 19 Juli 2013

TEMAN KAMPUSKU HANTU


“Aduh! Hei, hati-hati dong!” seruku ketika bertabrakan dengan seorang cewek berkacamata di depan ruang tata usaha (TU). Tak ada sahutan. Orang yang kuajak bicara tadi malah sibuk memunguti buku dan lembaran-lembaran diktat kuliah yang berserakan usai insiden tabrakan tadi. Kurapikan rambut panjangku yang sedikit acak-acakan.

“Huh, sombong sekali! Dasar cupu!” cibirku sambil berlalu tanpa mempedulikan cewek tadi. Salah sendiri kenapa enggak hati-hati kalau jalan? Masih untung tadi enggak kumaki-maki tuh orang! Batinku. Aku lalu berjalan menuju taman kampus yang letaknya beberapa puluh meter sebelah barat ruang TU. Aku tidak langsung pulang setelah mengisi kartu rencana studi (KRS) di ruang TU Fakultas Ekonomi tadi, melainkan duduk-duduk dulu di bangku taman sambil menunggu Ismi, teman sekampus namun beda fakultas yang setiap hari berangkat dan pulang bersamaku. Tidak ada siapa-siapa di taman.

Sudah sekitar 15 menit, namun Ismi tak juga muncul. Aku mulai gelisah. Tidak biasanya Ismi seperti ini. Selama ini dia tak pernah membuatku menunggu. Malah aku yang biasanya membuat Ismi menunggu. Hei, aku tak pernah membuatnya menunggu lebih dari 10 menit! Tapi kali ini cewek yang satu kost denganku itu mau tak mau membuatku akhirnya jengkel juga. Kemana sih anak itu?

20 menitpun berlalu dan tidak ada tanda-tanda Ismi bakal muncul. Kucoba menghubungi nomor ponselnya. Sia-sia. Hanya ada suara operator yang mengatakan bahwa nomor yang kutuju sedang berada di luar jangkauan. Haduh, apalagi ini.. Sudah membuatku menunggu lama, sekarang bahkan nomor ponselnyapun tak bisa kuhubungi. Dengan sisa kesabaran yang kumiliki, aku berjalan dengan langkah cepat menuju ruang tata usaha Fakultas Teknik tempat Ismi registrasi ulang. Ada beberapa mahasiswa yang sedang mengisi KRS, dan seorang karyawan TU. Di antara mahasiswa yang berada di ruang TU, aku tak melihat sosok Ismi di sana. Oh, Tuhan.. Aku sudah tak lagi jengkel, tapi marah! Ismi benar-benar keterlaluan, dia pulang duluan tanpa mau menungguku terlebih dahulu. Sudah begitu tak ada kabar pula darinya. Awas saja kalau bertemu nanti di rumah kost.

Tanpa berkata apa-apa, aku langsung meninggalkan ruang TU Fakultas Teknik, lalu bergegas menuju gerbang kampus dan segera pulang. Ah, perjalanan menyusuri lorong kampus ini terasa sangat panjang ketika aku sedang merasa jengkel dan marah seperti sekarang ini. Ah, andai saja aku mempunyai cowok, mungkin saat ini, dia sudah menghiburku dan aku sedang berjalan bersamanya menuju tempat yang membuatku merasa lebih tenang.

“Keliatannya lagi bete banget ya? Mau pulang juga kan? Mau bareng enggak?” suara seorang cowok tiba-tiba menyapaku di parkiran motor dekat gerbang kampus. Waduh, nih cowok pede banget main sapa aja. Untung orangnya ganteng.. Dan memang setelah aku menoleh ke arahnya, dia memang tanpan. Senyumannya manis sekali ketika menyapaku tadi. Dia sedang berada di atas sepeda motornya dengan helm yang sudah melekat di kepala. Ah, dengan wajah yang tidak begitu jelas karena terhalang helm saja, dia sudah terlihat tampan. Apalagi kalau helmnya dibuka.. Duh, kenapa pikiranku jadi kemana-mana gini ya..

“Hallooo… Kok, malah bengong sih? Gimana, mau bareng enggak nih?” tanyanya sekali lagi.

“Oh, eh.. Emang kamu pulangnya ke arah mana?” jawabku balik bertanya.

“Aku pulang ke arah Bojong lewat terminal Bekasi. Kalo kamu?” sahut cowok itu.

“Kalo aku pulang ke Cikarang. Berarti kita searah. Ya udah aku ikut. Kamu beneran sendiri?”

“Iya aku sendirian kok.. Ya udah ayo naik.” Aku langsung menuruti ucapannya. Hemm.. Setelah berdekatan dengannya, tercium aroma harum dari tubuh cowok jangkung itu. Melati aromaterapi. Cowok-cowok kok pilihan aromanya melati sih? Batinku. Sudahlah, enggak penting banget. Tak lama kemudian, kami pun berlalu meninggalkan Kampus Universitas Mercu Buana, Bekasi.

“By the way, namaku Roy.” Ujarnya membuka percakapan di tengah perjalanan.

“Aku Sinta.”

“Kamu dari Fakultas mana?” tanya Roy lagi.

“Ekonomi.”

“Loh, sama dong. Aku juga ekonomi. Jurusan apa?”

“Manajemen.”

“Semester?”

“Sekarang sih 7. Jangan bilang sama lagi ya? He he.” Candaku.

“7? Kamu yakin?” ucapan Roy mulai bernada heran.

“Emang kenapa? Kamu juga sama?” Kali ini aku yang mulai berpikiran aneh..

“Kamu pindahan ya? Atau alih jurusan?” tanya Roy.

“Ah, enggak kok. Aku udah 6 semester di situ.”

Aneh. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Kalau memang satu fakultas dan satu jurusan, mengapa aku tak mengenalnya? Percakapan kami semakin gak nyambung setelah membahas siapa saja teman kami masing-masing. Tak ada yang kukenal atau dia kenal satupun. Yang lebih mengherankan lagi, ternyata kami berada di kelas yang sama semester kemarin, 6E!

Ada apa ini? Mengapa suasana hangat kami tiba-tiba berubah menjadi canggung?


Di kampus yang sama, fakultas yang sama, bahkan di ruang kelas yang juga sama. Tapi mengapa aku tak mengenalnya? Sungguh misterius.


Entah mengapa setelah perkenalan tadi, kami berhenti mengobrol. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku mulai berpikir macam-macam. Roy benar-benar sosok yang misterius. Teman-temannya tak banyak. Sepertinya dia seorang penyendiri atau pemalu? Tapi melihat sikapnya tadi, sepertinya dia oarang yang cukup ramah dan menyenangkan. Tak mungkin cowok seperti Roy tidak punya banyak teman. Cuma hantu yang tidak punya teman. Hantu? Mengapa tiba-tiba saja aku berpikiran seperti itu? Ah, ada-ada saja..

   Roy mengantarkanku sampai gerbang rumah kostku. Dia menolak ketika kuajak masuk. Sepertinya cowok itu terburu-buru atau ada hal lain yang membuatnya terburu-buru? Ah, aku tak peduli. Memikirkan soal yang tadi saja, aku masih bingung. Di depan gerbang, aku menatap sepeda motor Roy yang perlahan-lahan menghilang dari pandanganku.

Aku langsung masuk menuju kamar kostku yang letaknya di ujung loteng. Tiba-tiba terdengar seseorang memanggilku,

“Sintaaaaa…..” Sebuah suara yang terdendgar lirih mengalun dari sudut samping rumah kost yang cukup besar ini. Aku menoleh ke sudut tersebut..

“Ismi, kamu di situ ya?” tanyaku. Tak ada sahutan. Aku mendekatkan diri ke arah datangnya suara. Tak ada siapa-siapa. Atau hanya halusinasiku saja ya? Oh, mengapa suasana jadi terasa mencekam seperti ini? Hiy, aku jadi bergidik..

Tapi memang ada pemandangan berbeda di sini. Mataku menatap ada hal  yang tak biasa sepanjang perjalananku menuju tangga. Sepi sekali hari ini. Bahkan ibu kost yang biasa berada di depan rumah sambil menata tanaman hiasnya, kali ini tak kulihat. Kemana beliau ya? Ah, aku baru sadar. Sepertinya dia sedang sedikit sensi karena aku belum membayar uang sewa kost bulan ini. Aku sudah terlambat membayar 1 minggu, karena kiriman dari orangtuaku di Semarang macet, terpakai ayah untuk membayar hutang. Tapi sudah kukatakan pada ibu kost, kalau kiriman akan tiba minggu depan. Cuma sepertinya ibu kost tak mau peduli. Ya sudahlah, apa boleh buat, sepanjang minggu ini aku bakal dijuteki  si janda tua itu.

Kulirik kamar Ismi yang berada persis di sebelah kamarku. Pintunya terkunci. Ternyata dia tak ada di rumah. Aneh sekali. Dia seperti menghilang ditelan bumi. Kucoba menghubungi nomor ponselnya sekali lagi. Sama saja seperti tadi. Hanya suara operator. Lalu kutekan nomor lain dari daftar kontak pomnselku. Nomor ayah di kampung. Barangkali saja Ayah bisa segera menyelesaikan masalah keuanganku. Nihil. Lagi-lagi tak ada nomor telepon yang bisa kuhubungi hari ini. Aneh. Sepertinya ada yang salah. Tapi apa ya? Atau jangan-jangan ponselku yang bermasalah? Mungkin saja. Ah, sebaiknya besok aku periksa saja ke konter ponsel.


*****


Aku sedang berjalan di sekitar perumahan dekat rumah kostku. Pagi ini rencananya aku hendak menyervis ponselku di sebuah mal di Cikarang. Suasana hari itu terlihat cukup mendung. Langit kelabu, seperti hendak turun hujan. Cuaca tersa dingin menusuk tulang. Bulan apa ya sekarang? Mengapa masih sudah musim hujan lagi? Sepertinya baru minggu kemarin aku merasakan musim panas. Ah, rasanya waktu berlalu begitu cepat tanpa terasa.

Kususuri jalan kecil yang tidak ada orang-orang maupun kendaraan yang berlalu-lalang, Aku biasanya melewati jalan ini jika sedang bersama Ismi. Tapi hari ini aku sendiri. Sepi rasanya. Seperti berjalan di tengah kuburan. Oh, mengapa aku selalu terbayang hal-hal mengerikan sejak bertemu dengan Roy ya? Jangan-jangan cowok itu..

“Sintaaaaa…..” lagi-lagi suara lirih itu..

“Sintaaaaa……” kali ini terdengar sangat jelas sekali. Suara seorang pria. Samar-samar aku melihat sekelebat bayangan hitam berjalan pelan ke arahku. Aku berteriak ketakutan. Aku lalu hendak berlari membalik, ketika tiba-tiba..

“Sin, ini aku. Kamu mau kemana?” tiba-tiba Roy sudah ada di belakangku. Menatapku dengan heran.

“Loh, Roy? Kenapa kamu ada di sini? Kamu sendiri sedang apa?” tanyaku tak kalah heran.

“Aku sedang main di rumah temanku di sekitar sini. Itu dia rumahnya.” Jelas Roy sambil menunjuk sebuah rumah bercat hijau di seberang jalan.

“Rencananya aku mau mampir ke kontrakan kamu. Eh, malah ketemu kamu di sini.” Lanjutnya.


(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar