“Aduh! Hei, hati-hati
dong!” seruku ketika bertabrakan dengan seorang cewek berkacamata di depan
ruang tata usaha (TU). Tak ada sahutan. Orang yang kuajak bicara tadi malah
sibuk memunguti buku dan lembaran-lembaran diktat kuliah yang berserakan usai
insiden tabrakan tadi. Kurapikan rambut panjangku yang sedikit acak-acakan.
“Huh, sombong sekali!
Dasar cupu!” cibirku sambil berlalu tanpa mempedulikan cewek tadi. Salah
sendiri kenapa enggak hati-hati kalau jalan? Masih untung tadi enggak
kumaki-maki tuh orang! Batinku. Aku lalu berjalan menuju taman kampus yang
letaknya beberapa puluh meter sebelah barat ruang TU. Aku tidak langsung pulang
setelah mengisi kartu rencana studi (KRS) di ruang TU Fakultas Ekonomi tadi,
melainkan duduk-duduk dulu di bangku taman sambil menunggu Ismi, teman sekampus
namun beda fakultas yang setiap hari berangkat dan pulang bersamaku. Tidak ada
siapa-siapa di taman.
Sudah sekitar 15
menit, namun Ismi tak juga muncul. Aku mulai gelisah. Tidak biasanya Ismi
seperti ini. Selama ini dia tak pernah membuatku menunggu. Malah aku yang
biasanya membuat Ismi menunggu. Hei, aku tak pernah membuatnya menunggu lebih
dari 10 menit! Tapi kali ini cewek yang satu kost denganku itu mau tak mau
membuatku akhirnya jengkel juga. Kemana sih anak itu?
20 menitpun berlalu
dan tidak ada tanda-tanda Ismi bakal muncul. Kucoba menghubungi nomor
ponselnya. Sia-sia. Hanya ada suara operator yang mengatakan bahwa nomor yang
kutuju sedang berada di luar jangkauan. Haduh, apalagi ini.. Sudah membuatku
menunggu lama, sekarang bahkan nomor ponselnyapun tak bisa kuhubungi. Dengan
sisa kesabaran yang kumiliki, aku berjalan dengan langkah cepat menuju ruang
tata usaha Fakultas Teknik tempat Ismi registrasi ulang. Ada beberapa mahasiswa
yang sedang mengisi KRS, dan seorang karyawan TU. Di antara mahasiswa yang
berada di ruang TU, aku tak melihat sosok Ismi di sana. Oh, Tuhan.. Aku sudah
tak lagi jengkel, tapi marah! Ismi benar-benar keterlaluan, dia pulang duluan
tanpa mau menungguku terlebih dahulu. Sudah begitu tak ada kabar pula darinya.
Awas saja kalau bertemu nanti di rumah kost.
Tanpa berkata apa-apa,
aku langsung meninggalkan ruang TU Fakultas Teknik, lalu bergegas menuju
gerbang kampus dan segera pulang. Ah, perjalanan menyusuri lorong kampus ini
terasa sangat panjang ketika aku sedang merasa jengkel dan marah seperti
sekarang ini. Ah, andai saja aku mempunyai cowok, mungkin saat ini, dia sudah
menghiburku dan aku sedang berjalan bersamanya menuju tempat yang membuatku
merasa lebih tenang.
“Keliatannya lagi bete
banget ya? Mau pulang juga kan? Mau bareng enggak?” suara seorang cowok tiba-tiba
menyapaku di parkiran motor dekat gerbang kampus. Waduh, nih cowok pede banget
main sapa aja. Untung orangnya ganteng.. Dan memang setelah aku menoleh ke
arahnya, dia memang tanpan. Senyumannya manis sekali ketika menyapaku tadi. Dia
sedang berada di atas sepeda motornya dengan helm yang sudah melekat di kepala.
Ah, dengan wajah yang tidak begitu jelas karena terhalang helm saja, dia sudah
terlihat tampan. Apalagi kalau helmnya dibuka.. Duh, kenapa pikiranku jadi
kemana-mana gini ya..
“Hallooo… Kok, malah
bengong sih? Gimana, mau bareng enggak nih?” tanyanya sekali lagi.
“Oh, eh.. Emang kamu
pulangnya ke arah mana?” jawabku balik bertanya.
“Aku pulang ke arah
Bojong lewat terminal Bekasi. Kalo kamu?” sahut cowok itu.
“Kalo aku pulang ke
Cikarang. Berarti kita searah. Ya udah aku ikut. Kamu beneran sendiri?”
“Iya aku sendirian
kok.. Ya udah ayo naik.” Aku langsung menuruti ucapannya. Hemm.. Setelah
berdekatan dengannya, tercium aroma harum dari tubuh cowok jangkung itu. Melati
aromaterapi. Cowok-cowok kok pilihan aromanya melati sih? Batinku. Sudahlah,
enggak penting banget. Tak lama kemudian, kami pun berlalu meninggalkan Kampus
Universitas Mercu Buana, Bekasi.
“By the way, namaku
Roy.” Ujarnya membuka percakapan di tengah perjalanan.
“Aku Sinta.”
“Kamu dari Fakultas
mana?” tanya Roy lagi.
“Ekonomi.”
“Loh, sama dong. Aku
juga ekonomi. Jurusan apa?”
“Manajemen.”
“Semester?”
“Sekarang sih 7.
Jangan bilang sama lagi ya? He he.” Candaku.
“7? Kamu yakin?”
ucapan Roy mulai bernada heran.
“Emang kenapa? Kamu
juga sama?” Kali ini aku yang mulai berpikiran aneh..
“Kamu pindahan ya?
Atau alih jurusan?” tanya Roy.
“Ah, enggak kok. Aku
udah 6 semester di situ.”
Aneh. Seharusnya aku
yang bertanya seperti itu. Kalau memang satu fakultas dan satu jurusan, mengapa
aku tak mengenalnya? Percakapan kami semakin gak nyambung setelah membahas
siapa saja teman kami masing-masing. Tak ada yang kukenal atau dia kenal
satupun. Yang lebih mengherankan lagi, ternyata kami berada di kelas yang sama
semester kemarin, 6E!
Ada apa ini? Mengapa
suasana hangat kami tiba-tiba berubah menjadi canggung?
Di kampus yang sama, fakultas yang sama, bahkan di ruang kelas
yang juga sama. Tapi mengapa aku tak mengenalnya? Sungguh misterius.
Entah mengapa setelah
perkenalan tadi, kami berhenti mengobrol. Tenggelam dalam pikiran
masing-masing. Aku mulai berpikir macam-macam. Roy benar-benar sosok yang
misterius. Teman-temannya tak banyak. Sepertinya dia seorang penyendiri atau
pemalu? Tapi melihat sikapnya tadi, sepertinya dia oarang yang cukup ramah dan
menyenangkan. Tak mungkin cowok seperti Roy tidak punya banyak teman. Cuma
hantu yang tidak punya teman. Hantu? Mengapa tiba-tiba saja aku berpikiran
seperti itu? Ah, ada-ada saja..
Roy mengantarkanku sampai gerbang rumah
kostku. Dia menolak ketika kuajak masuk. Sepertinya cowok itu terburu-buru atau
ada hal lain yang membuatnya terburu-buru? Ah, aku tak peduli. Memikirkan soal
yang tadi saja, aku masih bingung. Di depan gerbang, aku menatap sepeda motor
Roy yang perlahan-lahan menghilang dari pandanganku.
Aku langsung masuk
menuju kamar kostku yang letaknya di ujung loteng. Tiba-tiba terdengar
seseorang memanggilku,
“Sintaaaaa…..” Sebuah
suara yang terdendgar lirih mengalun dari sudut samping rumah kost yang cukup
besar ini. Aku menoleh ke sudut tersebut..
“Ismi, kamu di situ
ya?” tanyaku. Tak ada sahutan. Aku mendekatkan diri ke arah datangnya suara.
Tak ada siapa-siapa. Atau hanya halusinasiku saja ya? Oh, mengapa suasana jadi
terasa mencekam seperti ini? Hiy, aku jadi bergidik..
Tapi memang ada
pemandangan berbeda di sini. Mataku menatap ada hal yang tak biasa sepanjang perjalananku menuju
tangga. Sepi sekali hari ini. Bahkan ibu kost yang biasa berada di depan rumah
sambil menata tanaman hiasnya, kali ini tak kulihat. Kemana beliau ya? Ah, aku
baru sadar. Sepertinya dia sedang sedikit sensi karena aku belum membayar uang
sewa kost bulan ini. Aku sudah terlambat membayar 1 minggu, karena kiriman dari
orangtuaku di Semarang macet, terpakai ayah untuk membayar hutang. Tapi sudah
kukatakan pada ibu kost, kalau kiriman akan tiba minggu depan. Cuma sepertinya
ibu kost tak mau peduli. Ya sudahlah, apa boleh buat, sepanjang minggu ini aku
bakal dijuteki si janda tua itu.
Kulirik kamar Ismi
yang berada persis di sebelah kamarku. Pintunya terkunci. Ternyata dia tak ada
di rumah. Aneh sekali. Dia seperti menghilang ditelan bumi. Kucoba menghubungi
nomor ponselnya sekali lagi. Sama saja seperti tadi. Hanya suara operator. Lalu
kutekan nomor lain dari daftar kontak pomnselku. Nomor ayah di kampung.
Barangkali saja Ayah bisa segera menyelesaikan masalah keuanganku. Nihil.
Lagi-lagi tak ada nomor telepon yang bisa kuhubungi hari ini. Aneh. Sepertinya
ada yang salah. Tapi apa ya? Atau jangan-jangan ponselku yang bermasalah?
Mungkin saja. Ah, sebaiknya besok aku periksa saja ke konter ponsel.
*****
Aku
sedang berjalan di sekitar perumahan dekat rumah kostku. Pagi ini rencananya
aku hendak menyervis ponselku di sebuah mal di Cikarang. Suasana hari itu terlihat
cukup mendung. Langit kelabu, seperti hendak turun hujan. Cuaca tersa dingin
menusuk tulang. Bulan apa ya sekarang? Mengapa masih sudah musim hujan lagi?
Sepertinya baru minggu kemarin aku merasakan musim panas. Ah, rasanya waktu
berlalu begitu cepat tanpa terasa.
Kususuri
jalan kecil yang tidak ada orang-orang maupun kendaraan yang berlalu-lalang,
Aku biasanya melewati jalan ini jika sedang bersama Ismi. Tapi hari ini aku
sendiri. Sepi rasanya. Seperti berjalan di tengah kuburan. Oh, mengapa aku
selalu terbayang hal-hal mengerikan sejak bertemu dengan Roy ya? Jangan-jangan
cowok itu..
“Sintaaaaa…..”
lagi-lagi suara lirih itu..
“Sintaaaaa……”
kali ini terdengar sangat jelas sekali. Suara seorang pria. Samar-samar aku
melihat sekelebat bayangan hitam berjalan pelan ke arahku. Aku berteriak
ketakutan. Aku lalu hendak berlari membalik, ketika tiba-tiba..
“Sin,
ini aku. Kamu mau kemana?” tiba-tiba Roy sudah ada di belakangku. Menatapku
dengan heran.
“Loh,
Roy? Kenapa kamu ada di sini? Kamu sendiri sedang apa?” tanyaku tak kalah
heran.
“Aku
sedang main di rumah temanku di sekitar sini. Itu dia rumahnya.” Jelas Roy
sambil menunjuk sebuah rumah bercat hijau di seberang jalan.
“Rencananya
aku mau mampir ke kontrakan kamu. Eh, malah ketemu kamu di sini.” Lanjutnya.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar