"Gue pinjem motor Lo dulu ya, Rob. Plis..tolongin gue. Kalo
gak, gue bener-bener gak diijinin Pak Hadi ikut mid test mata kuliahnya
dia." rengekku pada Robby, teman kampusku. Ini hari terakhir aku mengumpulkan
makalah tugas Pengantar Akuntansi karena besok kami sudah ujian tengah semester.
"Lo jadi, mau datengin rumahnya Pak Hadi?" tanya Robby padaku dengan ragu.
"Jadi. Gue udah janji mau ngumpulin hari ini."
jawabku mantap. Aku terpaksa mengantarkan tugasku seperti ini karena tak ingin
syarat untuk mengikuti ujian dosen yang terkenal kaku ini ada yang tidak
kupenuhi. Sementara Robby tak bisa mengantarkanku karena ada rapat DKM.
"Duh, gimana ya, Man. Lagi rawan razia di Kemayoran sekarang. Lo kan gak punya SIM?" Robby mengingatkanku.
"Udah Lo tenang aja. Kalopun kena, paling mesti ngasih 20 ribu, kayak biasanya! Gue bawa duit nih." kataku mencoba menenangkan Robby. Sekitar tiga belas tahun yang lalu, 20 ribu untuk 'uang damai' buat polantas masih standar. Kalau sekarang entah sudah berapa. Mudah-mudahan saja hal-hal memalukan seperti itu sudah tak ada lagi.
Dengan berat hati dan berkat rayuan mautku, akhirnya Robby luluh juga merelakan motornya untuk kupakai. Masuk akal juga sih kalau Robby bersikap seperti itu, karena aku sudah pernah berurusan dengan polisi di jalan raya. Lebih parah malah, karena waktu itu aku lupa membawa STNKnya.
Ternyata kekhawatiran Robby terbukti. Di jalan Cempaka Putih daerah Kemayoran, Jakarta Pusat terlihat beberapa polisi lalu lintas yang sedang berpatroli. Ada yang sedang menginterogasi pengendara sepeda motor karena tidak menggunakan dua helm, ada juga yang posisinya agak ke tengah untuk menghentikan pengendara lain yang juga melanggar peraturan lalu lintas.
Tapi tunggu dulu, sepertinya polisi tidak hanya menghentikan pengendara yang melanggar saja, tapi semuanya! Aku mulai cemas. Mudah-mudahan saja ada celah untuk aku bisa menghindar dari situasi 'tidak strategis' ini.
Sebuah mobil box pengangkut minuman di depan tiba-tiba saja menjadi titik perhatianku. Bergegas kupacu motorku (ups, motor Robby maksudnya) lebih kencang untuk mensejajarkan diri dengan mobil itu. Berhasil! Akupun luput dari perhatian polisi karena terhalang mobil itu di sebelah kiriku. Hanya saja karena terlalu gugup melihat polisi aku tak mampu mengendalikan motor dengan baik. Tak kuperhatikan ada lubang di depanku. Alhasil aku terjatuh dari motor setelah menabrak lubang itu. Entah karena merasa malu atau karena khawatir ada polisi yang melihatku, aku langsung bangkit dengan tergesa-gesa, menaiki kembali motorku, lalu melanjutkan perjalanan seolah tak terjadi apa-apa. Tak kupedulikan beberapa goresan perih di kaki, tangan dan daguku hasil tumbukanku dengan aspal tadi.
Kesialanku ternyata tak berhenti sampai situ saja. Ketika aku mampir ke warnet sebentar untuk mencetak tugasku, mendadak aku terkulai lemas. Tugas yang harus
kuberikan dalam bentuk disket itu sudah tidak ada lagi padaku! Sepertinya aku telah menjatuhkannya
ketika insiden di jalan raya terjadi tadi. Benar-benar sial, apalagi hanya disket itu satu-satunya alat penyimpananku. Mau tak mau aku harus memulai dari awal lagi untuk menyusun tugasku.
FTS : 462 kata
Tulisan ini diikutsertakan dalam "Giveaway SIM yang diadakan oleh Kinzihana"