Entah
sudah yang ke berapa kali aku melihatnya dengan sikap seperti ini.
Pandanganku tak pernah mau lepas darinya. Sementara jantungku berdegup
lebih kencang dari sebelumnya. Seketika aku menjadi gelisah tak menentu.
Kehadirannya selalu membuatku tak karuan. Menghindari terganggunya
konsentrasi pekerjaanku, aku memilih pamit ke toilet sebentar dan
meminta Doni untuk menggantikan posisiku membawa catatan menu yang tadinya akan ku berikan ke pengunjung cafe yang baru tiba.
Di toilet cafe aku hanya memandangi wajahku sendiri sambil tanpa sadar menyalakan air keran dari wastafel.
Mata indahnya, senyuman manis yang merekah di antara ranum bibirnya,
tak pernah berhenti bermain dalam pikiranku. Pesona yang membuatku
terhanyut hingga tak sanggup bagiku untuk berlama-lama setiap kali
menatapnya. Keinginan untuk berbincang-bincang atau sekedar menyapanya
saja, entah untuk berapa lama lagi harus tetap ku simpan dalam hati.
Bayangan wajahnya seakan ada dimana-mana, terus membuntutiku kemanapun
aku pergi. Kali ini dia tampak jelas di cermin wastafel. Oh, Tuhan, ini
bukan mimpi! Dia memang benar-benar ada di depan mataku!
Aku
terperanjat. Jantungku semakin kencang dengan irama yang tak beraturan. Keringat
dingin mulai menetes di antara daun telingaku. Aku hampir jatuh pingsan
ketika dia mengagetkanku dengan suaranya yang pelan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar