Sahabatku itu memintaku untuk
menemaninya mencari ide isi kado yang paling pas untuk ultah Lisa, kekasihnya.
Kalau saja dia tidak memohon-mohon padaku untuk minta ditemani, mungkin aku
juga gak akan sudi buat datang lalu menjadi seperti orang bodoh tadi.
Sebenarnya sih bukan salah dia
juga. Aku yang telah memaksanya untuk memajukan jam ketemuan kami. Padahal aku
tahu sendiri jarak menuju mal dari tempat kerja dia itu lumayan jauh, ditambah
lagi aksesnya yang luar biasa macet pada jam-jam pulang kantor seperti saat
ini.
Aku sendiri tak seperti biasanya
yang selalu antusias dan merasa senang setiap kali
bertemu Arya. Meski hanya sekedar menemaninya mengantri di loket pembayaran angsuran motornya,belanja keperluan bulanan, atau ketika mengambil uang di ATM. Tapi kali ini berbeda. Sejak awal saja aku sudah malas untuk berangkat, apalagi setelah tahu dia terlambat datang. Entahlah apa yang sedang ada di pikiranku saat ini, yang pasti aku sedang kesal sekali pada Arya karena sudah terlambat datang dan membuatku menunggu begitu lama.
bertemu Arya. Meski hanya sekedar menemaninya mengantri di loket pembayaran angsuran motornya,belanja keperluan bulanan, atau ketika mengambil uang di ATM. Tapi kali ini berbeda. Sejak awal saja aku sudah malas untuk berangkat, apalagi setelah tahu dia terlambat datang. Entahlah apa yang sedang ada di pikiranku saat ini, yang pasti aku sedang kesal sekali pada Arya karena sudah terlambat datang dan membuatku menunggu begitu lama.
“Sori, sori.. Sori banget ya..
Tadi di jalan benar-benar macet.Padahal aku udah coba terobos sana-sini, eeeh
tetap aja telat sampai sini. He he.. Udah dong ngambeknya ya.. Aku traktir
makan pizza deh. Mau gak?” balas Arya. Aku cuma tersenyum kecut.
“Emang masih kebagian duitnya buat
nraktir? Bukannya kamu mau beli kado?” tanyaku sambil berjalan mengikuti
langkah Arya. Sepertinya kekesalanku sudah sedikit terobati.
“Ups, iya juga sih.. Jangan pizza
ya. Gimana kalo bakso aja? He he..” sahut Arya malu-malu.
“Huuu… Dasar!! Ya udah lah apa
aja. Aku udah laper banget nih.” kataku sambil menyenggol tubuh Arya. Kami
berdua pun tertawa-tawa.
*****
Setelah makan bakso, Arya
menuntunku masuk ke sebuah toko buku. Batinku pun bertanya-tanya, mau cari kado
seperti apa di tempat ini? Yang aku tahu, Lisa sama sekali tidak hobi membaca.
Aku lalu melihat-lihat ke rak aksesoris. Tanganku mengambil salah satu hiasan
keramik lucu berbentuk hati.
“Iya lucu. Kita ke rak novel yuk!”
ujar Arya lalu merebut hiasan itu dari tanganku, lalu meletakkannya kembali di
rak.
“Novel? Sejak kapan Lisa suka
novel?” ini lebih seperti protesku ketimbang pertanyaan. Arya tak menjawab.
Matanya mulai liar mencari-cari salah satu judul dari ratusan novel di sana.
“Eh, novel Agatha
Christie yang pernah
kamu ceritakan dulu itu apa judulnya? Aku lupa..” tanya Arya sambil mencoba
mengingat-ingat.
Aku benar-benar gak habis pikir
dengan apa yang sedang kuhadapi sekarang. Mengapa tiba-tiba Lisa menjadi
penggemar novel sepertiku? Mengapa pula harus dengan genre yang sama? Anehnya
lagi, Arya belum pernah sekalipun bercerita tentang hobi baru Lisa ini. Yang
aku tahu, Lisa hobinya memasak dan membuat kue.
“The Incident of the Dog's Ball. Ini. ”Jawabku sambil mengambil buku yang dimaksud.
Perhatianku mulai terfokus pada novel yang pernah menjadi best seller di
Amerika beberapa tahun yang lalu itu. Sebenarnya aku sudah cukup lama berencana
memiliki novel itu, namun aku belum bekerja ketika itu, jadi uang untuk membeli
barang-barang yang menjadi hobiku harus kugunakan untuk keperluan lain yang
lebih penting. Setelah aku bekerja, aku sudah tak ingat lagi dengan keinginanku
itu karena sudah terlalu sibuk dengan pekerjaanku sebagai salah satu sales
promotion girl sebuah show room mobil. Aku mulai merasa dongkol karena Arya tak
juga mau bercerita, ditambah lagi novel itu juga sangat aku inginkan. Mengapa
harus Lisa yang mendapatkannya?
“Kamu yakin mau beliin ini buat kado Lisa?
Kenapa sih kok belum jawab pertanyaanku tadi?” protesku akhirnya.
“Entar aku ceritain. Ya udah,
sekarang kita bayar ke kasir dulu yuk!” ujar Arya. Kami pun segera berjalan
menuju kasir.
“Ini. Buat kamu. Maaf ya, gak pake
kertas kado segala. Maaf juga aku baru bisa ngasih kado buat kamu sekarang.
Alhamdulillah baru ada rejekinya hari ini. He he.” Ucap Arya setelah kami
keluar dari toko buku. Diserahkannya bungkusan novel itu padaku yang cuma
terdiam keheranan.
“Udah, gak usah bingung gitu.. Aku
tahu kok kamu kan suka banget sama novel ini. Itu spesial dari aku. Gimana,
kamu suka gak?”
“Terus kado buat Lisa gimana?
Ngapain sih kamu lebih milih beliin kado buat aku dulu? Kan Lisa yang jadi
pacar kamu..” walaupun keheranan, tapi jujur aku senang sekali dengan pemberian
Arya ini.
“Sebenarnya aku udah putus sama
Lisa. Maaf aku gak pernah cerita soal ini. Karena jujur aja aku bingung banget
waktu itu. Tapi sekarang aku udah mantap buat cerita sama kamu. Aku belum bisa
benar-benar suka sama dia. Aku putusin Lisa juga semata demi kebaikan dia,
supaya gak terlalu dalam ku sakiti akhirnya karena aku belum sepenuh hati
mencintainya..”
Aku terkesiap. Aku benar-benar gak
nyangka semuanya bisa menjadi seperti ini. Aku memang gak pernah tahu perasaan
Arya yang sebenarnya seperti apa. Yang aku tahu hubungan mereka baik-baik saja
walau sebenarnya aku cukup bingung dengan sikapnya yang agak aneh selama
beberapa minggu ini. Ternyata ini sebabnya. Tapi entah mengapa aku begitu
senang sekali mendengarnya.
“Terus Lisa gimana? Dia kecewa
dong sama kamu? Dia kan sayang banget sama kamu..” aku mencoba mengorek
keterangan dari Arya.
“Gak kayaknya. Mungkin dia juga
sadar kalo aku terlalu cuek dan kurang perhatian sama dia. Kami bicara
baik-baik kok. Aku bilang kalo kesibukanku bekerja yang jadi alasan buat aku
bikin keputusan itu.Dan dia bisa mengerti. Tapi gak tau juga kalo dia nanti tau
kita akhirnya jadian..”
“Hah? Maksud kamu? Arya, kamu
ngomong apa sih?”
“Dea, masak kamu gak ngerti sih?
Aku tuh sayang sama kamu. Dari dulu cuma ada satu nama di hati aku. Dan itu
adalah kamu. Gak pernah berubah meski ada orang lain di antara kita. Aku baru
benar-benar menyadarinya setelah aku pacaran dengan Lisa. Gak ada yang
benar-benar bisa ngertiin aku selain kamu.
Gak ada yang benar-benar membuatku nyaman saat berada di dekatnya selain ketika
bersamamu. Dan yang paling aku kagumi dari kamu adalah, kamu tetap mau menjadi
sahabatku, tetap mau mendengar curhatku, bahkan mau menerima keadaanku seperti
apapun meskipun aku udah pacaran sama orang lain..”
Aku gak tau harus bilang apa. Aku
hanya mendengarkan penjelasan Arya. Bagiku itu sudah lebih dari cukup. Yang
terpenting adalah, aku sudah tau perasaan Arya yang sebenarnya. Masa bodoh
dengan Lisa, orang yang sudah menjadi penghalang kebahagiaanku dengan
Arya. Siapa bilang aku biasa-biasa aja waktu mereka jadian? Hatiku hancur waktu
itu. Aku menangis semalaman. Hanya saja gak ada satu orangpun yang tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar