Selasa, 18 Juni 2013

KADO ULANG TAHUN

"Ya ampuuuun.. Lama banget sih? Aku udah nunggu hampir satu jam di sini nih, tau gak?! Tau gitu mending tadi aku pesan makanan dulu! Mana aku udah batalin niat buat nemenin Aya nyari buku! Belum lagi pake acara nyenggol orang segala tadi gara-gara aku buru-buru?! Eeeeh... Orang yang udah segitunya aku bela-belain malah gak nongol-nongol? Bete gak sih? Belajar gak ngaret dong kalo janjian, gimana sih?!" sungutku panjang lebar pada Arya di depan gerai aksesoris sebuah mal di Jakarta.

Sahabatku itu memintaku untuk menemaninya mencari ide isi kado yang paling pas untuk ultah Lisa, kekasihnya. Kalau saja dia tidak memohon-mohon padaku untuk minta ditemani, mungkin aku juga gak akan sudi buat datang lalu menjadi seperti orang bodoh tadi.

Sebenarnya sih bukan salah dia juga. Aku yang telah memaksanya untuk memajukan jam ketemuan kami. Padahal aku tahu sendiri jarak menuju mal dari tempat kerja dia itu lumayan jauh, ditambah lagi aksesnya yang luar biasa macet pada jam-jam pulang kantor seperti saat ini.

Aku sendiri tak seperti biasanya yang selalu antusias dan merasa senang setiap kali
bertemu Arya. Meski hanya sekedar menemaninya mengantri di loket pembayaran angsuran motornya,belanja keperluan bulanan, atau ketika mengambil uang di ATM. Tapi kali ini berbeda. Sejak awal saja aku sudah malas untuk berangkat, apalagi setelah tahu dia terlambat datang. Entahlah apa yang sedang ada di pikiranku saat ini, yang pasti aku sedang kesal sekali pada Arya karena sudah terlambat datang dan membuatku menunggu begitu lama.

“Sori, sori.. Sori banget ya.. Tadi di jalan benar-benar macet.Padahal aku udah coba terobos sana-sini, eeeh tetap aja telat sampai sini. He he.. Udah dong ngambeknya ya.. Aku traktir makan pizza deh. Mau gak?” balas Arya. Aku cuma tersenyum kecut.

“Emang masih kebagian duitnya buat nraktir? Bukannya kamu mau beli kado?” tanyaku sambil berjalan mengikuti langkah Arya. Sepertinya kekesalanku sudah sedikit terobati.

“Ups, iya juga sih.. Jangan pizza ya. Gimana kalo bakso aja? He he..” sahut Arya malu-malu.

“Huuu… Dasar!! Ya udah lah apa aja. Aku udah laper banget nih.” kataku sambil menyenggol tubuh Arya. Kami berdua pun tertawa-tawa.
*****

Setelah makan bakso, Arya menuntunku masuk ke sebuah toko buku. Batinku pun bertanya-tanya, mau cari kado seperti apa di tempat ini? Yang aku tahu, Lisa sama sekali tidak hobi membaca. Aku lalu melihat-lihat ke rak aksesoris. Tanganku mengambil salah satu hiasan keramik lucu berbentuk hati.

 “Coba lihat ini deh. Lucu ya?” tanyaku sambil memperlihatkan hiasan itu pada Arya.

“Iya lucu. Kita ke rak novel yuk!” ujar Arya lalu merebut hiasan itu dari tanganku, lalu meletakkannya kembali di rak.

“Novel? Sejak kapan Lisa suka novel?” ini lebih seperti protesku ketimbang pertanyaan. Arya tak menjawab. Matanya mulai liar mencari-cari salah satu judul dari ratusan novel di sana.

“Eh, novel Agatha Christie yang pernah kamu ceritakan dulu itu apa judulnya? Aku lupa..” tanya Arya sambil mencoba mengingat-ingat.

Aku benar-benar gak habis pikir dengan apa yang sedang kuhadapi sekarang. Mengapa tiba-tiba Lisa menjadi penggemar novel sepertiku? Mengapa pula harus dengan genre yang sama? Anehnya lagi, Arya belum pernah sekalipun bercerita tentang hobi baru Lisa ini. Yang aku tahu, Lisa hobinya memasak dan membuat kue.

“The Incident of the Dog's Ball. Ini. ”Jawabku sambil mengambil buku yang dimaksud. Perhatianku mulai terfokus pada novel yang pernah menjadi best seller di Amerika beberapa tahun yang lalu itu. Sebenarnya aku sudah cukup lama berencana memiliki novel itu, namun aku belum bekerja ketika itu, jadi uang untuk membeli barang-barang yang menjadi hobiku harus kugunakan untuk keperluan lain yang lebih penting. Setelah aku bekerja, aku sudah tak ingat lagi dengan keinginanku itu karena sudah terlalu sibuk dengan pekerjaanku sebagai salah satu sales promotion girl sebuah show room mobil. Aku mulai merasa dongkol karena Arya tak juga mau bercerita, ditambah lagi novel itu juga sangat aku inginkan. Mengapa harus Lisa yang mendapatkannya?

“Kamu yakin mau beliin ini buat kado Lisa? Kenapa sih kok belum jawab pertanyaanku tadi?” protesku akhirnya.

“Entar aku ceritain. Ya udah, sekarang kita bayar ke kasir dulu yuk!” ujar Arya. Kami pun segera berjalan menuju kasir.

“Ini. Buat kamu. Maaf ya, gak pake kertas kado segala. Maaf juga aku baru bisa ngasih kado buat kamu sekarang. Alhamdulillah baru ada rejekinya hari ini. He he.” Ucap Arya setelah kami keluar dari toko buku. Diserahkannya bungkusan novel itu padaku yang cuma terdiam keheranan.

“Udah, gak usah bingung gitu.. Aku tahu kok kamu kan suka banget sama novel ini. Itu spesial dari aku. Gimana, kamu suka gak?”

“Terus kado buat Lisa gimana? Ngapain sih kamu lebih milih beliin kado buat aku dulu? Kan Lisa yang jadi pacar kamu..” walaupun keheranan, tapi jujur aku senang sekali dengan pemberian Arya ini.

“Sebenarnya aku udah putus sama Lisa. Maaf aku gak pernah cerita soal ini. Karena jujur aja aku bingung banget waktu itu. Tapi sekarang aku udah mantap buat cerita sama kamu. Aku belum bisa benar-benar suka sama dia. Aku putusin Lisa juga semata demi kebaikan dia, supaya gak terlalu dalam ku sakiti akhirnya karena aku belum sepenuh hati mencintainya..”

Aku terkesiap. Aku benar-benar gak nyangka semuanya bisa menjadi seperti ini. Aku memang gak pernah tahu perasaan Arya yang sebenarnya seperti apa. Yang aku tahu hubungan mereka baik-baik saja walau sebenarnya aku cukup bingung dengan sikapnya yang agak aneh selama beberapa minggu ini. Ternyata ini sebabnya. Tapi entah mengapa aku begitu senang sekali mendengarnya.

“Terus Lisa gimana? Dia kecewa dong sama kamu? Dia kan sayang banget sama kamu..” aku mencoba mengorek keterangan dari Arya.

“Gak kayaknya. Mungkin dia juga sadar kalo aku terlalu cuek dan kurang perhatian sama dia. Kami bicara baik-baik kok. Aku bilang kalo kesibukanku bekerja yang jadi alasan buat aku bikin keputusan itu.Dan dia bisa mengerti. Tapi gak tau juga kalo dia nanti tau kita akhirnya jadian..”

“Hah? Maksud kamu? Arya, kamu ngomong apa sih?”

“Dea, masak kamu gak ngerti sih? Aku tuh sayang sama kamu. Dari dulu cuma ada satu nama di hati aku. Dan itu adalah kamu. Gak pernah berubah meski ada orang lain di antara kita. Aku baru benar-benar menyadarinya setelah aku pacaran dengan Lisa. Gak ada yang benar-benar bisa  ngertiin aku selain kamu. Gak ada yang benar-benar membuatku nyaman saat berada di dekatnya selain ketika bersamamu. Dan yang paling aku kagumi dari kamu adalah, kamu tetap mau menjadi sahabatku, tetap mau mendengar curhatku, bahkan mau menerima keadaanku seperti apapun meskipun aku udah pacaran sama orang lain..”

Aku gak tau harus bilang apa. Aku hanya mendengarkan penjelasan Arya. Bagiku itu sudah lebih dari cukup. Yang terpenting adalah, aku sudah tau perasaan Arya yang sebenarnya. Masa bodoh dengan Lisa, orang yang sudah menjadi penghalang kebahagiaanku dengan Arya. Siapa bilang aku biasa-biasa aja waktu mereka jadian? Hatiku hancur waktu itu. Aku menangis semalaman. Hanya saja gak ada satu orangpun yang tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar