Minggu, 23 Juni 2013

SENGIT

Aku menahan nafas. Jantungku berdegup sangat kencang. Antara bingung dan takut melihat kejadian yang ada di depan mataku saat ini. Pikiranku berkecamuk membayangkan bakal terjadi sesuatu yang sepertinya sangat-sangat tidak menyenangkan.

Ku amati dari kejauhan, nampak dua orang pria muda yang sedang terlibat perkelahian, terlihat sedang bersiap-siap melakukan serangan ke arah lawannya masing-masing. Pria yang satu dengan tubuh sedang dan agak pendek, terlihat lebih tenang dan memilih untuk bertahan dalam posisi kuda-kudanya. Sedangkan pria kedua yang bertubuh tinggi besar, langsung melancarkan pukulan bertubi-tubi ke arah wajah dan dada si pria pertama. Namun pukulan demi pukulan selalu berhasil ditangkis oleh pria yang diserang tadi dengan gerakan lincah tanpa berusaha melakukan serangan balasan. Sepertinya dia masih menunggu kesempatan terbaik untuk menyerang dan melumpuhkan lawannya dengan cepat dan tepat.

Melihat pukulannya selalu luput, si pria kedua tak kekurangan cara. Dia mulai menggunakan kakinya untuk kembali menyerang pria pertama. Namun lagi-lagi usahanya sia-sia. Si pria pertama tadi ternyata seorang ahli beladiri, beberapa jurus taekwondo standar yang familiar cukup sering dia keluarkan. Bak seorang superhero dia terlihat gesit berkelit ke sana ke mari menghindari serangan si pria yang berpostur lebih besar darinya itu.

"Benar-benar pertarungan yang sengit!" gumamku dalam hati tanpa mengalihkan sedikitpun perhatianku pada aksi kedua pria tangguh ini.

Beberapa saat kemudian pria kedua yang tak berhenti menyerang itu tiba-tiba jatuh tersungkur sekitar sepuluh meter ke belakang. Rupanya si pria taekwondoin tadi sudah mulai melakukan serangan balasan. Dan kali ini sebuah jump kicks telak mengenai rahang dan dada si pria besar.

"Rasain! Makanya jangan cuma menang badan gede doang!" sorakku yang diam-diam memberi dukungan dan mengagumi sang taekwondoin bak seorang penggemar yang mengidolakan tokoh jagoannya.

Meski harus terhuyung-huyung menahan sakit, ia mencoba bangkit dan berjalan ke arah sang taekwondoin yang sedang berdiri dengan posisi kuda-kudanya kembali. Tapi apa itu? Pria yang sudah tersungkur tadi ternyata tidak berjalan dengan tangan kosong.. Tangan kanannya memegang sesuatu.. Oh tidaaak! Sebuah pipa besi! Entah darimana dia mendapatkannya, sementara tangan kirinya memegang dadanya yang kesakitan.

"Hei, curang kau!" teriakku lantang. Tapi sepertinya teriakanku tak berarti. Diayun-ayunkannya benda itu ke arah sang taekwondoin. Dengan sigap jagoanku itu berusaha menghindari ayunan besi tersebut. Tiga, empat kali ia berhasil menghindar, hingga ayunan yang kelima, besi itu tepat mengenai kaki kirinya ketika punggungnya tak sengaja menyenggol sebuah tiang di belakangnya. Hal itu benar-benar dimanfaatkan oleh si pria besar dengan menyerangnya secara membabi buta tanpa bisa terelakkan.

Setelah melumpuhkan kakinya, ayunan besi tadi terus menghantam tubuhnya. Perut, tangan, dan sebentar lagi kepalanya..

"Jangaaaannn! Dia bisa mati!!" teriakku kencang hingga mengagetkan semua gamers di rental PS tempat aku saat itu berada.

"Yaah.. Game over deh.. Om sih berisik banget nontonnya.." gerutu seorang bocah padaku.

"Enak aja nyalahin Om.. Kamunya aja yang gak becus maeninnya! Sini gantian, biar Om liatin cara maen yang bener gimana.." protesku, lalu mulai larut memainkan jemariku di atas joystick PS..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar