"Tuh
kan, apa yang saya khawatirkan akhirnya terjadi juga.. SINTAAAA...!!
Dimana kamu, ISTRIKUUUU??!!" teriak Rama tiba-tiba, sehingga
membangunkan semua orang yang sedang tertidur di ruang tengah.
"Kunaon, Jang? Aya naon sareng Sinta teh?" Bunda yang mendengar teriakan
Rama, tergopoh-gopoh keluar dari kamarnya lalu bertanya pada Rama.
"Sinta menghilang, Bunda. Saya yang ceroboh tidak bisa menjaganya.."
Rama mendadak menurunkan intonasi ucapannya. Kemarahannya telah berubah
menjadi kesedihan.
"Kok bisa sih? Bukannya dia tidur bersama
kamu tadi?" Ayah ikut bertanya pada pria yang baru satu hari resmi
menjadi menantunya itu.
"Iya, Yah.. Sinta memang tidur
bersamaku. Tapi aku tertidur duluan karena terlalu capek. Begitu
terbangun, Sinta udah gak ada. Aku sudah mencari kemana-mana, tapi tetap
gak menemukannya.." ucapan Rama semakin terdengar menyedihkan.
"Nya entos sing sabar wae nya, Jang.. Mudah-mudahan mah Sinta enggal dipendakkan.." ujar Bunda sambil terisak.
"Gak bisa. Saya gak mungkin tinggal diam seperti ini. Saya pamit dulu
Bunda, Ayah.." tiba-tiba Rama bergegas menyambar jaketnya, lalu
melangkah menuju pintu depan.
"Bade kamana atuh, Jang? Kiwari kieu?" ujar Bunda sambil berusaha mencegah kepergian Rama.
"Kurasa aku tahu mesti mencari Shinta dimana.." ujar Rama.
"Apa maksudmu? Dimana kamu akan mencari Sinta?" tanya Ayah bingung.
"Rahwana. Ya, aku akan ke rumah Bajingan itu!"
"Kamu jangan gegabah, Ram.. Belum tentu dia yang sudah melarikan Sinta.
Jangan coba membuat masalah baru lagi.." kata Ayah sambil memegang
lengan Rama.
Wajar kalau Rama berkesimpulan seperti itu.
Rahwana adalah mantan tunangan Sinta yang diputus sepihak oleh Sinta
karena wanita lebih memilih menikah dengannya. Mungkin saja dendam
kekasih pertama Sinta telah membutakan matanya hingga Ia nekad melakukan
hal itu.
Rama tertunduk lesu. Dia hanya terdiam sambil
memandangi kursi pelaminan biru saksi kebahagiaan mereka yang seolah
sudah terenggut dengan paksa.
"Ada apaan sih kok rame banget?" tiba-tiba Sinta muncul di depan pintu.
"Masya Alloooh.. Ari si Eneng teh timana wae atuh? Mani nyieun ripuh ka
sadayana.." Bunda langsung menubruk Sinta yang masih bingung dengan apa
yang sudah terjadi.
"Tar dulu.. Ni sebenarnya ada apa sih? Aku
bener-bener gak ngerti deh.. Bunda kenapa, kok pake nangis segala?"
Sinta mencoba bertanya sambil berusaha melepaskan pelukan Bunda.
"Mendingan sekarang kamu jelasin dulu, kamu darimana aja? Gak
bilang-bilang lagi.. Kamu udah bikin kamu semua panik, tau!" Rama tak
mampu menahan emosinya.
"Sabar, Ram.. Lebih baik kita dengarkan
dulu penjelasan Sinta. Ayo bicara, Nak.." Ayah dengan lembut mencoba
mencairkan ketegangan.
"Yaa ampuuun.. Jadi cuma itu masalahnya?
Cape deh.. Sampe segitunya sih? Aku cuma ke empang kok diantar sama..."
(terpotong) Sinta berusaha memberi penjelasan.
"diantar Rahwana? Iya?!" Rama tiba-tiba memotong.
"Kamu ngomong apa sih, A? Kok jadi ke situ-situ segala? Makanya dengerin aku dulu dong sampe selesai.."
"Aku tiba-tiba sakit perut dan pengen buang air.. Kan kamu tau sendiri
di sini kalo mesti mandi dan buang air harus ke empang dulu? Ya udah aku minta
anterin Mang Cucu. Abis gak tega buat bangunin kamu, A.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar